Home » » CERPEN : MENCARI RUPIAH DARI SELEMBAR KORAN

CERPEN : MENCARI RUPIAH DARI SELEMBAR KORAN

Assalamualaikum wr. wb.

Saya disini akan mengepos cerpen dan  ingin membantu siswa-siswi yang ingin mencari cerpen...   langsung aja...




MENCARI RUPIAH DARI SELEMBAR KORAN
Raja siang telah keluar dari ufuk timur, dengan ditemani hingar-bingar penduduk kota , menandakan hari telah pagi, dengan semangat keras bagaikan baja, aku siap untuk membanting tulang demi keluargaku, mendapatkan pundi-puundi rupiah dari selembar Koran yang ku genggam.
Dalam kota besar ini terdapat salah satu jalan yang setiap pagi selalu terjadi kemacetan. Jalan tersebut merupakan jalan yang sangat sibuk. Karena itu jalan tersebut banyak diisi dengan pedagang asongan, penjual Koran dan pengamen. Jalan tersebut terdapat sebuah lampu merah yang biasanya menjadi tempat berjualan para pedagan asongan dan penjual Koran. Tak jauh dari lampu merah terdapat sebuah halte dan masjid yang menjadi tempat para penumpang menunggu bus dan tempat solat para pedagang asongan dan penjual Koran.
Tin… Tin… Tin… suara klakson dari penjuru arah berteriak-teriak tanda kemacetan yang menjadi rutinitas di kota besar ini. Ya itu lah yang selalu di temui oleh warga kota ini, apabila tidak berlomba dengan waktu untuk pergi duluan demi menghindari kemacetan yang sudah menahun seperti penyakit dalam diri seorang manusia yang tak kunjung sembuh. Namun kemacetan ini adalah sumber rezeki bagi Amir . Dia menjual Koran kepada para pengendara motor, mobil dan penumpang bus.
Amir berasal dari keluarga yang kurang mampu. Jadi dia harus membantu perekonomian keluarga dengan cara berjualan koran. Amir setiap hari berjualan Koran. Saat hari libur dia menjual Koran dari pagi sampai siang. Dan saat tidak libur dia menjual Koran dari siang sampai sore.
Amir mendapatkan Koran dari seseorang yang setiap hari menyetorkan Koran kepadanya. Dengan memakai handuk orange di lehernya, dia siap untuk berjualan. Hari ini dia mendapat setoran 20 koran untuk di jual. Dia menjajakan korannya dari mobil ke mobil, dari bus ke bus yang lain dan dari motor ke motor. Tidak semua orang yang dia tawari Koran akan membelinya. Terkadang dia juga dimarahi oleh penjual Koran yang lain karena dia dianggap telah mengambil rejekinya. Walaupun begitu dia tetap sabar dan tawakal dengan apa yang terjadi pada dirinya.
“Koran-koran” dia menawarkan Koran kepada remaja yang masih di dalam mobil sambil bermain ipad. Remaja tersebut menengok ke jendela dan melihat Amir, tapi kemudian dia melanjutkan bermain ipadnya dan tidak memperdulikan Amir. Karena tidak di perdulikan, Amir melanjutkan berjualan. “Koran…koran”, hot topik… hot topik” ia berteriak dengan semangat sambil melambaikan korannya di depan pengendara mobil maupun motor yang di lewatinya.

Kemacetanpun sudah terurai . Lalu lintas mulai kembali lancar. Amir pun kini berpindah ke lampu merah untuk melanjutkan berjualan. Saat lampu lalu lintas sudah menunjukkan  lampu hijau, dia pun harus segera bertepi ke trotoar. Dan Amir bersama gerombolan lainnya naik ke atas trotoar.Di troator jalan ia berdiri sambil menghitung jumlah koran yang terjual, “Alhamdulillah,” sudah terjual 15 koran dari 20 koran yang setor di pagi hari ini” ucapnya dengan helaan nafas bertanda lega, dan sambil mengelap keringat di dahinya dengan handuk kecil berwarna orange yang di lingkarkan ke lehernya.

Matahari mulai meninggi, suhu udara pun mulai terasa panas, Amir  menuju halte bis untuk beristirahat sejenak, di halte bis ada temannya penjual koran juga yang sedang beristirahat, namanya Safir, ia duduk dekat Safir. Ia menaruh 5 koran yang tersisa di kursi halte bis.
“Sudah berapa yang terjual” Tanya Safir pada Amir
“Alhamdulillah, sudah laku 15 tadi pagi, rezeki hari ini cukup, lebih baik dari hari kemarin”, jawabnya sambil tersenyum dan mengelus dadanya.
“Syukurlah” Safir membalasnya
Amir balik bertanya pada Safir temannya.
“Kalau kamu Fir sudah berapa yang terjual koran kamu?.”
“Hanya 3 yang terjual dari 20 yang setor ke saya” jawabnya sambil memandang ke arah korannya dengan wajah yang sedih.
“Jangan sedih ya…, tetap ucapkan Alhamdulillah, insya Allah akan di tambahkan nikmat dan rezeki kepada yang tetap bersyukur kepada Allah, baik di waktu lapang dan sempit”, kata Amir tersenyum sambil menepuk pundak Safir untuk memberikan semangat pada temannya itu.
“Oh ya haus nih..” kata Amir sambil mengusap lehernya
“Kamu masih disini Safir?” Tanya Amir 
“Iya…” jawab Safir
“Tolong jagaian koran-koran saya, saya mau beli air mineral di warung dekat sini”. Kata Amir sambil menepuk koran-korannya di kursi halte.
“Oke, tenang aja…” sambil mengangkat jempol kanannya.
Tidak lama kemudian Amir kembali dengan dua botol air mineral di kantong belanja bawaannya dari warung terdekat.
Satu air botol mineral di dalam kantong belanjaan dia keluarkan.
“Ini minum air mineral dulu, supaya nggak dehidrasi” katan Amir dengan memberikan satu botol air mineral dengan tanggan kanannya pada Safir.
“Tapi.., saya kan nggak minta” jawabnya sambil memandang Amir dengan wajah heran.
“Iya…, nggak apa-apa kok, ambil saja…, kan lebih baik tangan di atas dari pada tanggan di bawah” ujarnya dengan tersenyum pada Safir.
“Terima kasih…” balas Safir dengan wajah yang malu.
Suara adzan di kumandangkan tanda masuk waktu shalat dzuhur. Amir beranjak dari tempat duduknya, dan menggangkat koran-koran dari kursi sebelah.
“Ayo sholat dzuhur dulu..”, ajak Amir pada Safir temannya.
“Hmm…” Safir bergumam sambil bola matanya ke kiri kekanan.
“Ayolah, Shalat dulu, kemudian lanjutkan lagi dagangan korannya. Insya Allah diberikan kemudahan dan keberkahan dalam aktivitas dan rezeki yang diperoleh.” Kata Amir sambil menarik lengan tangan Safir. Kemudian mereka pun berangkat menuju masjid untuk menunaikan shalat dzuhu. Dan setelah itu, karena masih banyak pekerjaan lain yang menamti Amir di rumah, Amir pulang untuk menyelesaikan tugasnya di rumah dan untuk memberikan hasil jerih payahnya hari ini kepada orang tuanya.

0 komentar:

Posting Komentar